Me

Me

Rabu, 02 Juni 2010

Filsafat Pendidikan

BAB I
KRISIS KEHIDUPAN

A. Kebangkrutan Ekonomi
Perilaku manusia cenderung untuk memperoleh kekayaan material sebanyak mungkin melalui jalan manapun. Hal ini disebabkan karena lahan subur berupa “kepadatan penduduk dunia” dan asumsi kekurangan pangan yang mendorong terciptanya ekonomi perdagangan.
Adanya ekonomi perdagangan monopolistic menyebabkan sosialitas terbelah menjadi dua lapis yaitu produsen dan konsumen. Antara produsen dan konsumen secara diam-diam membangun kompromi berupa nilai kenikmatan hidup dari barang-barang produksi. Namun dibalik itu semua, telah terjadi kanibalisme kehidupan dimana produsen semakin terdorong untuk melipatgandakan kuantita kenikmatan yang kemudian membentuk sikap serakah (greedy) dan konsumen semakin tergentung pada produsen yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku malas (lazy).
B. Kemunafikan Politik
Politik nasional Negara-negara berkembang tidak mampu melepaskan diri dari kolonialisme ekonomi kapitalistik
Keberhasilan perekonomian nasional berada ditangan pemerintah, akan tetapi yang tampak yaitu prinsip moral dari mereka untuk memperoleh kekuasaan untuk mendapatkan meteri sebanyak-banyaknya dari Negara.
Sekarang ini nilai substansial politik telah ditinggalkan dan berganti oleh kelicikan. Bagi mereka kekuasaan Negara dijadikan eksploitasi demi kenikmatan hidup. Hal ini mengakibatkan bangkrutnya perekonomian nasional dan kebangkrutan moral.
Kebangkrutan ini harus diatasi dengan cara mempergunakan politik sebagai dominan terhadap ekonomi. Untuk itu perpolitikan harus dikembalikan ke azas filsafat dengan nilai moralitasnya.
C. Ketidakadilan Hukum
Teroridsme merupakan perilaku negatif yang dilakukan oleh pihak lemah melawan pihak kuat. Perilaku negatif ini desebabkan sikap tidak adil dan otoriter oleh pihak penguasa.
Seperti halnya kondisi dunia ekonomi dan politik, dunia hukum juga mengalami krisis berat. Penegakan hukum dan keadilan di dunia, khususnya di Negara-negara berkembang seperti Indonesia mengalami kendala berat karena oknum pejabat dan penegak hukum pada umumnya justru terlibat dalam tindak kejahatan di segala bidang.
Jalan yang harus ditempuh untuk menghentikan ketidakadilan ini yaitu melalui pendidikan. Dengan pendidikan, moralitas dibangun, kepribadian dibentuk dan etika kehidupan nasional menjadi lahan subur bagi nilai-nilai keadilan.
D. Kehancuran Pendidikan dan Kebudayaan
Teknologi dan perindustrian sebagai prodak pendidikan berhasil mendorong dinamika kehidupan melaju begitu cepat. Tetapi pendidikan ini tidak ditumbuhkembangkan dalam perilaku keseharian, ketika terlepas dari bingkai pendidikan, maka teknologi dan perindustrian otomatis memberikan keleluasaan terhadap perkembangan moral keserakahan.
Dunia pendidikan telah bergeser kearah titik kenikmatan ekonomi material, dimana keluarga akan menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah yang dianggap dapat menghasilkan uang nantinya. Hal ini mengakibatkan adanya pengangguran intelektual yang dapat mendorong tumbuhnya moral konsumtif-konsumeristik yang bertentangan dengan kebudayaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kondisi pendidikan ini sedang mengalami krisis

E. Filsafat Hidup : Hedonisme Materialistik
Di dalam filsafat terdapat dua paham yang saling bertentangan, yaitu paham idealisme dan materialism. Idealisme berpendapat bahwa kehidupan sekarang ini hanya baying-bayang belaka dan kehidupan sesungguhnya berada di dunia idea sedangkan materialism berpendapat bahwa kehidupan yang ada di dunia idea adalah semu karena tidak nyata dan terukur.
Pendidikan sekolah, keluarga, bahkan masyarakat memiliki andil yang cukup besar terhadap krisis kehidupan manusia di segala bidang. Secara factual pendidikan telah dapat mengubah filosofi hidup ke arah kehidupan yang hedonism materialistic.












BAB II
ISI DAN ARTI FILSAFAT

A. Pendekatan Etimologis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu phillein yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Menurut Sochrates, yang secara etimologi mengatakan bahwa manusia tidak berhak atas kebijaksanaan karena keterbatasan yang dimilikinya. Manusia hanya berhak mencintainya.
Istilah cinta secara awam menggambarkan adanya aksi diantara dua pihak dimana satu bertindak sebagai objek dan satunya lagi bertindak sebagai subjek yang harus saling menyatu dalam arti mengetahui sifat dan hakikat satu sama lain.
Kebijaksanaan berarti perbuatan bijaksana yang dikenal sebagai sifat benar, baik, dan adil yang timbul dari kemauan yang kuat menurut perenungan atau kepututsan akal pikiran dan pertimbangan perasaan yang mendalam.
Secara etimologi disimpulkan bahwa filsafat berarti pengetahuan mengenai pengetahuan atau akar dari pengetahuan atau pengetahuan terdalam.
B. Perkembangan Beberapa Aliran
Materialisme : Herakleitos dan Parmenides
Herakleitos (535-475 SM) tidak mengakui adanya pengetahuan umum yang bersifat tetap. Ia hanya mengakui kemampuan indra dan menolak kemampuan akal karena setiap perubahan terjadi dalam realitas konkret.
Paemenides (540-575 SM) mengatakan bahwa yang “ada” itu ada dan yang “tidak ada” memang tidak ada. Jadi yang ada tidak dapat dipertentangkan dengan yang lain. Oleh karena itu, yang ada itu satu, sempurna dan tidak terbagi-bagi.
Idealisme : Sokrates dan Plato
Sokrates (469-399 SM) berpendapat bahwa manusia dengan kesemuanya hanya mampu mencintainya sedangkan kebijaksanaan hanya ada di dunia idea, yaitu dunia yang tidak mungkin dapat disentuh oleh manusia.
Realisme : Aristoteles
Aristoteles (384-342 SM) berpendapat bahwa dunia sesungguhnya adalah dunia real yaitu dunia konkret, bersifat relatif dan berubah-ubah. Sedangkan dunia idea adalah dunia abstrak yang bersifat semu terlepas dari pengalaman.
Berpendapat bahwa setiap hal yang ada pasti ada dalam 10 kategori, yaitu substansi, kualitas, kuantitas, aksi, passi, space, tempo, sittus,dan habitus
Rasionalisme : Rene Descartes (1596-1650)
Substansi yang ada hanya dapat diketahui oleh potensi ratio sedangkan pengalaman indra hanya mendapatkan kesan fenomenologis tanpa arti.
Empirisme : John Locke (1632-1704)\
Kemampuan ratio hanya dapat mengetahui secara abstrak, umum, dan tidak bersifat tetap sedang pengalaman indralah yang mampu mengenali yang konkret, yang satu-persatu dan selalu berubah-ubah
Kritisisme : Immanuel Kant (1724-1804)
Ratio memiliki kemampuan menangkap kebenaran pengetahuan secara umum tetapi lemah terhadap pengetahuan konkret khusus sebaliknya pengalaman memiliki kekuatan mengenali setiap hal yang khusus tetapi kabur dalam prinsip-prinsip umum.
C. Pendekatan Objektif
Menurut objek materinya, filsafat menyelidiki segala sesuatu yang ada,meliputi manusia, alam dan sang pencipta.
Menurut objek formanya, filsafat menyelidiki segala sesuatu yang ada dari seluruh segi mulai dari segi abstrak sampai segi konkret.
D. Definisi Akumulatif
Filsafat adalah pemikiran radikal, yaitu berpikir mendalam sampai ditemukan unsur-unsur inti secara sistematik bersama-sama menjadikan objek pemikiran itu ada sebagaimana halnya.
Pemikiran kefilsafatan adalah suatu kegiatan berpikir dengan metoda abstaksi, maksudnya mengabstaksikan yang konkret dengan melepaskan satu per satu hal-hal yang menempel pada objek.

















BAB III
HAKIKAT MANUSIA DAN PERSOALAN PENDIDIKAN

A. Hakikat Manusia
Perilaku negatif sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pengetahuan manusia belum terhubungkan secara kausalistik fungsional dengan realitas konkret fungsional dengan realitas konkret perilaku sehari-hari.
Di dalam konteks pendidikan, manusia adalah makhluk yang selalu mencoba memerankan diri sebagai subjek dan objek.
Manusia memposisikan dan memerankan diri di atas segala-galanya dank arena itu memiliki keleluasaan untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya.
Hakikat manusia, yaitu :
1. Manusia sebagai makhluk berpengetahuan
Manusia memiliki 3 potensi, yaitu cipta, easa, dan karsa. Dengan ketiga potensi ini, manusia selalu terdorong untuk mendapatkan nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan yang terkandung di dalam segala sesuatu yang ada ini.
Ketiga jenis nilai ini menjadi landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan pedoman hidup, dan mengatur sikap dan perilaku hidup agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup.
Filsafat hidup mengandung pengetahuan yang bernilai universal meliputi masalah-masalah tentang asal kehidupan, tujuan dan eksistensi kehidupan.
Pedoman hidup adalah pengetahuan umum yang khusus dijadikan suatu prinsip yang dihinggap benar karena sesuai dengan hakikat asal mula dan berguna bagi pencapaian tujuan kehidupan.
Sikap dan perilaku hidup adalah pengetahuan khusus konkret berupa setiap langkah kehidupan yang ditentukan sepenuhnya oleh pedoman hidup.
2. Manusia sebagai makhluk berpendidikan
Dalam perilaku sehari-hari pengetahuan menjadi moral, dan kemudian menjadi etika kehidupan sehingga hakikat perilaku adalah berupa kecenderungan mempertanggung jawabkan kelangsungan dan perkembangan hidup dan kehidupan ini.Tanggung jawabnya itu berupa nilai keadilan.Adil terhadap diri sendiri,terhadap manusia dan lebih-lebih terhadap alam dimana hidup dan kehidupan ini berlangsung.
3. Manusia sebagai makhluk berkebudayaan
Kebudayaan material maupun spiritual adalah upaya manusia untuk mengubah dan membangun keterhubungan berimbang baik secara horizontal maupun secara vertical.
Secara horizontal dengan sikap terdidiknya manusia mendukung kodrat untuk senantiasa terdorong membangun hubungan dengan diri sendiri dan sesamanya secara berkeadilan.
B. Filosofi Kehidupan
Secara filosofis persoalan hidup dapat dikategorikan dalam tiga titik. Pertama, titik ‘asal mula’ yang ditandai denga peristiwa kelahiran. Kedua, titik ‘tujuan’ yang ditandai dengan peristiwa kematian. Ketiga, titik ‘eksistensi’ perupa garis lurus perjalanan kehidupan manusia yang menghubungkan antara kedua titik terdahulu.
Titik asal mula dan tujuan kehidupan ada dua yaitu; di dunia metafisis yang tunggal adanya bersifat universal dan absolud tidak mengalami perubahan dan di dunia fisis yang relatif adanya yang merupakan ruang lingkup pengalaman dan pemikiran manusia
Karena sifat fisisnya dunia eksistensi sering diposisikan saling bertentangan dengan dunia metafisis. Padahal sebenarnya dunia fisis merupakan perwujudan dari dunia metafisis jadi keduanya merupakan suatu keutuhan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan.
Hakikat Asal Mula dan Tujuan Kehidupan
Hakikat asal mula kehidupan itu hanya ada satu, bersifat universal berada di dunia metafisis, karena itu bersifat absolud tidak mengalami perubahan dan sebagai sumber dari segala sumber yang ada.
Hakikat tujuan kehidupan hanya ada satu, bersifat universal, dan .berada di dunia metafisis dan merupakan tujuan akhir dari segala sesuatu yang ada didunia ini. Akal pikiran manusia dapat memastikan bahwa kehidupan ini berawal dari prima kausa (Tuhan) dan akhirnya kembali kepada tuhan pula.
C. Problematika Pendidikan di dalam Kehidupan
Atas posisi dan fungsinya, manusia berkewajiban kodrati untuk mempertahankan, mengatur dan mengembangkan kehidupan dirinya baik sebagai individu, sebagai anggota masyarakat maupun sebagai makhluk dalam eksistensi alam limgkungan yang harmonis.
Menurut pertimbangan filsafat penyebab dominan kenapa masyarakat bisa terjerumus kedalam eksistensi kehidupan karena kualitas pendidikan yang rendah.
Kualitas individu sangat ditentukan oleh kualitas tujuan hidupnya. Kualitas tujuan hidup itu ditentukan oleh kualitas kehidupan yang dikembangkannya.
Secara filosofi pendidikan seharusnya mengembangkan potensi spiritual, intelektual dan moral menurut hubungan sebab akibat.
Ada pergeseran orientasi, watak, sikap, dan perilaku kehidupan yang amat memprihatinkan, yaitu dari kebutuhan menjadi keinginan, dimana telah menjadi kejelasan bahwa sifat kebutuhan itu terbatas sedangkan keinginan bersifat tak terbatas.
Problematika Pendidikan
Komersialisasi pendidikan yang terjadi berbanding lurus dengan krisis moral yang disebabkan kerena adanya pendangkalan orientasi pendidikan sebagai akibat dari system ekonomi pasar dunia yang bersifat material kapitalistik.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan secara sistematik adalah keluarga, sekolah, masyarakat dan Negara serta pada gilirannya adalah peserta didik itu sendiri.
Pendidikan sekolah sangat kurang tercukupi fasilitas dan potensi sumber daya manusianya sehingga terjadi pergeseran nilai kualitatif menjadi semakin kuantitatif. Hal ini akan membuat pluralitas kehidupan social menjadi imitative, dan kemudian hanya dapat menghasilkan kebangkrutan kehidupan social di segala bidang.
Paradigma pendidikan dapat dibangun berdasarkan wawasan konstekstual yang sedang berjalan dalam kehidupan masyarakat.








BAB IV
ARTI PENDIDIKAN
-Pendekatan Esistensial-

A. Arti Luas Pendidikan
Dalam arti luas, pendidikan merupakan system proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Pendidikan wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja karena menjadi dewasa, cerdas dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya.
Manusia menjalankan pendidikan secara naluriah untuk kelangsungan hidupnya. Selanjutnya atas daya ciptanya, manusia mulai mengadakan perubahan dan perkembangan penyelenggaraan pendidikan secara terencana.
Jadi, pendidikan adalah suatu upaya untuk membuat manusia menjadi lebih baik dalam arti kehidupan menjadi lebih berkembang.
B. Arti Sempit Pendidikan
Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisir yang dilaksanakan secara terjadwal dalam sistrem pengawasan dan diberikan evaluasi pada tujuan yang telah ditentukan. Hal ini berarti pendidikan bukan memotong isi dan materi pendidikan, melainkan mengorganisirnya dalam bentuk sederhana tanpa mengurangi hakikat dan kualitas pendidikan.
Ada dua sasaran khusus dalam kegiatan pembelajaran, yaitu menumbuhkan kesadaran peserta didik dan membentuk kemampuan berupa kecakapan dan keterampilan
Ciri khas arti pendidikan menurut Mudyahardjo yaitu: pendidikan berlangsung dalam waktu terbatas, dalam ruang terbatas, suatu lingkungan khusus, isi pendidikan disusun secara sistemik, dan tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar.
Pendidikan dan manusia adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan karena pendidikan menentukan sifat hakikat manusia dan manusia menciptakan model dan bentuk pendidikan menurut sifat hakikatnya itu.
C. Arti Alternatif Pendidikan
Secara alternative, pelaku pendidikan adalah keluarga, masyarakat dan sekolah dalam suatu system integral disebut tripartite pendidikan yang bertujuan agar aspirasi pendidikan yang tumbuh dari setiap keluarga dapat dikembangkan di dalam kegiatan pendidikan sekolah untuk kemudian dapat diimplementasikan dai dalam kehidupan masyarakat luas.
Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan potensi-potensi spiritual, intelektual, dan emosional setiap individu.
Masa pendidikan berlangsung sepanjang zaman
Pendidikan berlangsung bukan di sembarang lingkungan, tetapi hanya di lingkungan social budaya.
Kegiatan pendidikan di lingkungan manapun selalu merupakan kegiatan pembelajaran, bukan kegiatan pengajaran.
D. Paradigma Filsafat Pendidikan
Hubungan kodrat antara pendidikan dan manusia bagaikan hubungan antara wadah dan isinya, serta jiwa dan badannya. Agar hubungan ini tetap terpelihara maka pendidikan perlu dibangun kerangka filosofisnya.
Penilaian tegas bahwa pendidikan belum berhasil menciptakan perkembangan dan kemajuan kehidupan manusia dewasa ini terbelah secara tajam menjadi dua sisi yang menyebabkan konflik social yang dapat mengancam stabilitas social. Hal inilah yang mendorong dibangunnya filosofi pendidikan yang sesuai dengan kodrat hidup manusia.
Dalam tingkat metafisis disebut aspek ontology, dalam tingkat teoritis disebut epistemology dan tingkat praktis desebut aspek etika.
Aspek ontology adalah proses pendidikan dengan penekanan pada suatu filsafat hidup yang dijiwai oleh nilai kejujuran yang diharapkan dapat mengembangkan kematangan spiritual. Aspek epistemology menekankan system kegiatan pendidikan pada pembentukan sikap ilmiah yang dijiwai oleh nilai kebenaran yang diharapkan dapat mengembangkan kematangan intelektual. Sedangkan aspek etika menekankan pada system kegiatan pendidikan pada perkembangan perilaku bertanggung jawab yang dijiwai oleh nilai keadilan yang diharapkan dapat mengembangkan kematangan emosional.













BAB V
ASPEK ONTOLOGI PENDIDIKAN
-Pengembangan Kecedasan Spiritual-

A. Pendidikan dan Manusia
Potensi kejiwaan cipta, rasa, dan karsa mutlak perlu mendapat bimbingan berkelanjutan karena ketiganya adalah potensi kreatif dan dinamis khas manusia.
Peran keluarga dalam pendidikan. Pendidikan di dalam keluarga sangat berbantung pada kecenderungan yang kuat orang tua terhadap dunia pendidikan. Tingkat dan kualitas pendidikan orang tua menjadi tidak penting dan menentukan tetapi justru bergantung pada kualitas motivasinya.
Nilai keindahan spiritual perlu dijabarkan ke dalam kehidupan sehari-hari oleh kedua orang tua. Tiga moral spiritual tersebut adalah syukur, sabar dan ikhlas.
Peran pendidikan sekolah. System kegiatan pendidikan di sekolah untuk mengembangkan dan membentuk potensi intelektual atau pikiran menjadi cerdas. Pencerdasan tersebut dilakukan dengan reading (membaca), writing (menulis), dan arithmatics (berhitung).
Peranan masyarakat. Semua pihak dalam masyarakat bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan spiritual untuk kemudian dapat membuahkan nilai keadilan.
B. Pendidikan dan Filsafat
Secara etimologis, filsafat berarti cinta kearifan yang berarti mendambakan kehidupan yang diliputi dengan sikap dan perilaku adil.
Menurut objek penyelidikannya, filsafat adalah studi yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu yang ada. Hal ini berarti segala sesuatu yang ada di dunia pengalaman sekarang berasal dari satu substansi yaitu Tuhan.
Berdasarkan filsafat, pendidikan berkepentingan untuk membangun filsafat hidup untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar senantiasa dalam keteraturan. Tanpa filsafat pendidikan tidak bisa berbuat apa-apa dan tanpa pendidikan, filsafat tetap berada dalam dunia utopianya.
C. Pendidikan dan Sejarah
Sejarah adalah suatu rentetan kejadian yang berlangsung di dalam kehidupan masyarakat manusia yang disengaja dan berlangsung menurut suatu perencanaan.
Dengan sejarah, manusia semakin sadar bahwa dirinya sebagai makhluk berkemampuan untuk mengadakan perubahan dan mengembangkan pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman.
Dalam kaitannya dengan sejarah, pendidikan adalah suatu system bimbingan permanusiaan untuk masa mendatang yang artinya pendidikan dapat dikatakan sebagai system penyejarahan manusia.
D. Pendidikan dan IPTEK
Keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan akibat langsung dari eksistensi manusia historisitas kependidikan sejak lahir sampai mati.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung tanggung jawab untuk membudayakan eksistensi kehidupan manusia yang artinya dengan peralatan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia lebih berpeluang untuk menciptakan perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi kehidupan yang lebih berkembang dan maju.
E. Sebuah Paradigma Ontologi Pendidikan
Secara ontologism, dikatakan bahwa tanpa manusia pendidikan itu bukan apa-apa (nothing), sebaliknya tanpa pendidikan mustahil manusia mampu mempertahankan kelangsungan dan mengembangkan hidupnya.
Secara ontologis manusi berada dalam tiga tingkatan hakikat yaitu;
1. Essensi abstark pendidikan. Artinya pendidikan itu bersifat universal yaitu mutlak ada dan berlaku untuk setiap manusia siapapun, kapanpun dan dimanapun.
2. Essensi potensial pendidikan. Dalam hal ini manusia menjadi dirinya sendiri dimana ia menumbuh kembangkan keceerdasan intelegensi sehingga terbentuk kepribadian yang kreatif. Dimana ia dapat yekun, teliti dan terampil dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Essensial konkret pendidikan. Pada tingkatan ini pendidikan adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan hakekatnya berdasarkan asal mula dan tujuan hidup manusia.











BAB VI
ASPEK EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
-Masalah Pencerdasan Intelektual-

A. Objek Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan objek terdiri dari dua yaitu objek materi dan objek forma. Objek materi yaitu manusia dengan berbagai perwujudannya sedangkan objek forma yaitu manusia dari segi potensi intelektualnya.
Menurut objek formanya materi pendidikan (kurikulum) yang sesuai dengan sasaran khusus epistemology pendidikan yaitu yang mampu mengembangkan keahlian dan keterampilan hidup.
Setiap industri pendidikan sekolah selalu berada di dalam lapisan-lapisan lingkungan secara sentryfugal yaitu;
1. Lapisan pertama berupa linhkungan dekat yang mencangkup wilayah kabupaten, dimana aspek sosial dan alamnya mempunyai spesifikasi.
2. Lapisan kedua berupa lingkungan menengah (provinsi), dimana social budaya, lingkungan alam dan sumberdayanya bersifat heterogen.
3. Lapisan ketiga berupa lingkungan nasional (wilayah politik kenegaraan), dimana potensi sosial budaya, lingkungan alam dan sumberdayanya lebih heterogen.
4. Lapisan keempat berupa lingkungan global (kawasan internasional), dimana potensi sosial budaya, lingkungan alam dan sumberdayanya lebih kompleks.
B. Metoda Pendidikan
Metode pendidikan adalah bagaimana cara yang tepat isi atau materi pendidikan itu dididik dan diajarkan.
Tujuan utama pendidikan adalah mengembangkaan potensi manusia khususnya potensi intelektualnya, potensi ini dididik untuk dikembangkan karena manusia itu sendiri dalam dirinya telah ada bakat dan potensi.
Yang bertanggung jawab dalam pengembangan bakat-bakat tersebut adalah :
1. Keluarga. Sebab orang tualah yang pertama kali mengetahui bakat yang dimiliki oleh seorang anak sehingga orang tua wajib mengasuh dan membimbing hingga anak memasuki sekolah, selanjutnya bakat yang diketahui ini disampaikan pada pihak sekolah.
2. Sekolah. Sekolah bertujuan mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seorang siswa denagn cara menyiapkan pengajaran (kurikulum) yang telah terencana.
3. Masyarakat. Masyarakat bertanggung jawab untuk memanfaatkan bakat yang telah dikembangkan tersebut. Dalam masyarakat sumber daya manusia ini ditempatkan sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki.
C. Sistem Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan berdasarkan sifat objek studi system terbagi dua yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka.
Penerapan sistem tertutup adalah penyelenggaraan sistem kegiatan pendidikan menurut koridor pengajaran sedangkan sistem terbuka menurut koridor pembimbingan dan pengasuhan.
Sistem kegiatan pendidikan dengan penekanan pada pengajaran menghasilkan manusia dengan keahlian dan ketrampilan imitatif. System pendidikan lebih terbuka, sasarannya adalah menumbuhkembangkan bakat yang ada dalam diri peserta didik. Jika system pendidikan ini dilaksanakan secara konsisten, meski diperlukan biaya yang besar, pendidikan sekolah diharapkan menghasilkan manusia yang kreatif, cakap dan teramp[il yang dapat berguna di masa yang akan datang.

D. Kebenaran dalam Pendidikan
Secara epistemologis, kebenaran pendidikan menunjuk hasil dari seluruh rangkaian kegiatan pendidikan. Jika bentuk dan materi pendidikan terpadu maka pendidikan itu benar adanya.
Pendidikan sekolah menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara keilmuan untuk mencapai kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah adalah landasan terbentuknya watak da sikap ilmiah.
Masyarakat terbuka bersifat monopluralistik, dimana potensi individual menyublin dalam wujud dan bentuk kesatuan menyeluruh yang dinamis, merdeka dan otonom.
Salah satu ciri masyarakat terdidik adalah cenderung produktif dalam perekonomian, ketertiban sosial menurut peraturan hukum, bidang kesehatan dalam hal ini pelayanan publik dan bidang penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kehidupan masyarakat terdidik, kegiatan politik diselenggarakan secara benar menurut estimologi pendidikan dan penyelenggaraan kegiatan pendidikan menganut sistem terbuka.
Melalui pemahan tentang objek pendidikan, maka wawasan pendidikan dan kehidupan menjadi semakin terbuka lebar. Jika wawasan pendidikan bersenyawa dengan nilai kebenaran pendidikan akan tertanam kuat dan akan membentuk sikap keterdidikan yang diharapkan.






BAB VII
ASPEK ETIKA PENDIDIKAN
-Masalah Pencerdasan Emosional-

A. Etika Hakikat Nilai Kebaikan
Ada tiga jenis nilai yang dipersoalkan yaitu nilai keindahan, nilai kebenaran dan kebaikan. Nilai keindahan dalam cabang filsafat estetika, nilai kebaikan dalam filsafat epistemologi dan nilai kebaikan dalam filsafat etika.
Etika adalah suatu studi filosofis mengenai moral. Berdasarkan pada sistematika filsafat, nilai keindahan, kebenaran dan kebaikan berada saling berhubungan secara integral menurut hokum kausalitas. Yang bernilai baik seharusnya benar dan indah, yang bernilai benar seharusnya baik dan indah, dan yang bernilai indah seharusnya benar dan baik.
Pada hakikatnya kehidupan ini indah, ketika semua pihak bekerjasama saling tolong-menolong, saling memberi dalam ikatan kebersamaan yang harmonis. Hakikat nilai kebaikan itu berada di dalam perilaku.
B. Sasaran Etika Pendidikan
Kecerdasan emosional adalah sebuah perilaku yang dibangun menurut dasar ontologism dan epistemologis pendidikan. Bentuk dan wujud kecerdasan emosional adalah kemampuan mengendalikan diri untuk tidak melampaui batas.
Di dalam keluarga pengembangan kecerdasan emosional sangat bergantung pada kualitas pendidikan orang tua. Selanjutnya sekolah berkepentingan membangun criteria kecerdasan emosional, dan masyarakat merupakan tempat perbaikan perilaku moral setiap individu untuk menjadi cerdas.

BAB VIII
SISTEM PENDIDIKAN TERPADU

A. Karakteristik Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama proses pendidikan berlangsung. Di dalamnya benih pendidikan tumbuh dalam hubungan kasih saying, tolong menolong dan saling memberikan perhatian secara timbal balik antara anggota keluarga.
Pada mulanya orang tua memberikan pengetahuan tentang kasih sayang, selanjutnya bimbingan dan arahan selanjutnya pengetahuan tentang arah pemecahan masalah.
Di dalam kehidupan keluarga terjadi pembudayaan kepribadian bagi setiap individu. Kegiatan pendidikan dalam keluarga berlangsung dengan sasaran pencerdasan spiritual, berupa:
1. Moral syukur dalam menerima setiap kelahiran, keberuntungan dan bahkan nasib buruk sekalipun.
2. Moral sabar dalam menghadapi persoalan kehidupan.
3. Moral ikhlas dalam menghadapi akhir kehidupan dan bencana.
B. Lembaga Pendidikan Sekolah
Lembaga sekolah lahir dan berkembang dari masyarakat, oleh dan untuk masyarakat. Lembaga pendidikan merupakan lanjutan dari pendidikan keluarga yang berfungsi menghasilkan sumberdaya manusia yang mampu mengembngkan masa depannya kelak.
Lembaga pendidikan sekolah dikelolah menurut tujuan tertentu, kebijakan, perencanaan dan program-program tertentu dan disusun dalam bentuk kurikulum. Berdasarkan kedudukannya corak khusus pembelajaran disekolah adalah sebagai berikut:
1. Setiap sekolah menyelenggarakan pembelajaran khusus menurut jenjang kelas.
2. Setiap kelas berisi sejumlah peserta didik dalam umur relative homogeny agar kegiatan belajar mengajar lancar.
3. Waktu pembelajaran relative lama sesuai dengan program pendidikan yang telah direncanakan.
4. Isi materi pendidikan cenderung menenkankan pada sifat akademis.
5. Kualitas pendidikan sebagai sasaran utama perlu disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan masa depan masyarakat.
Tanggung jawab, fungsi dan peranannya secara akumulatif sbb:
1. Berperan dan berfungsi sebagai sentral mempertanggungjawabkan kepercayaan keluarga dan masyarakat luas dalam hal pembinaan potensi akademis.
2. Kecakapan menulis, membaca dan berhitung dikembangkan secara implementatif dalam pembinaan bentuk dan corak sikap moral bagi masa depan masyarakat.
3. Lembaga pendidikan sekolah bertanggungjawab bagi kelangsungan dan perkembangan kehidupan masyarakat.
4. Melalui pendidikan sekolah potensi yang dimiliki setiap manusia diharapkan dapat berkembang.
5. Pendidikan sekolah bertanggungjawab terhadap pembinaan individu menjadi makhluk social dan cerdas dalam beradaptasi dalam masyarakat.
6. Pendidikan sekolah sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dalam pengembangkan pola pikir, rasa dan karsa dalam bingkai peradaban dan kebudayaan dari generasi ke generasi.
C. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat diartikan sebagai bentuk kehidupan social, yang merupakan perluasan dari keluarga. Di dalam masyarakat berlangsung kegiatan social ekonomi, hokum, politik, kebudayaan dan kegiatan spiritual yang menggambarkan masyarakat berposisis dan berfungsi sebagai wadah dan wahana pendidikan.
Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan masyarakat dapat dibagi tiga yaitu:
1. Bagi yang tidak mampu bersekolah, karena ekonomi atau cacat.
2. Bagi yang putus sekolah, karena kekurangan ekonomi atau kesehatan dan sebagainya.
3. Bagi yang sedang aktif mengikuti pendidikan sekolah.
Berdasarkan sifatnya, system lembaga pedidikan masyarakat terbagi 4 yaitu:
1. Pendidikan masyarakat tidak mengenal jenjang atau kelas.
2. Peserta pendidikam masyarakat bersifat heterogen.
3. Pembelajaran diselenggarakan menurut jadawal, metoda formal dan untuk menentukan kualitas standar dilakukan evaluasi.
4. Isi dan materi pembelajaran ditekankan pada keterampilan kerja.
D. Sistem Pendidikan Terpadu
Pendidikan berlangsung bukan saja ketika pendidik dan peserta didik berinteraksi tapi setiap terjadi komunitas dalam kepentingan dan tujuan tertentu terdapat pendidikan. Pendidikan berlangsung selama manusia masih saling berhubungan.
Pendidikan seharusnya diselenggarakan secara terpadu dan berkelanjutan dari tahap pendidikan keluarga, sekolah dan sampai pada masyarakat.
1. Keluarga, Sumber Pencerdasan Spiritual
Pengetahuan kependidikan bagi orang tua meliputi wawasan filosofis dan kecakapan hidup. Sumber-sumber pendidikan moral dikeluarga bias digali dari adat-istiadat, peradaban, kebudayaan dan ajaran agama yang benar. Pada dasarnya keluarga berkewajiban meletakan dasar kependidikan berupa potensi nilai kemanusiaan.

2. Sekolah, Sumber Pencerdasan Intelektual
Pendidikan sekolah berperan sebagai penyebar nilai-nilai spiritual kemanusiaan yang telah ada dalam keluarga ke dalam setiap aspek kehidupan. Untuk membangun sumberdaya manusia yang cerdas integlektual maka yang perlu diperhatikan adalah materi pembelajaran perlu diorganisasikan dalam bentuk kurikulum, disusun menurut sasaran-sasaran konkret dan sistem organisasi administrasi menejemen pendidikan perlu direkonstruksi dengan melibatkan ppotensi masyarakat.
3. Masyarakat, Sumber Pencerdasan Moral Emosional
Sasaran tertinggi dari penyelenggaraan pendidikan adalah menghasilkan sumberdaya manusia yang cerdas intelektual yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Manusia yang cerdas intelektualnya adalah yang cakap dalam bidangnya dann terampil melaksanakannya.
Oleh karena itu semua pihak perlu meningkatkan kepeduliannya terhadap arti, keberadaan, fungsi dan peranan pendidikan sekolah yang dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berguna dalam masyarakat pada masa depan.







BAB IX
PENUTUP
EVALUASI DAN KESIMPULAN
-Protipe Masyarakat Terdidik-

A. Pilar Bangunan Masyarakat Terdidik
Masyarakat terdidik dianalogikan sebagai bangunan yang tersusun atas pilar (foundation). Dalam rangka menciptakan perkembangan, mutlak harus dilakukan perubahan-perubahan, dimana manusia harus memiliki daya kompetensi, kecakapan, dan keterampilan hidup.
Setiap orang yang sadar akan asal usulnya dan tujuan kehidupannya pasti memiliki filsafat hidup.
Berbuat adil terhadap diri sendiri, sesame manusia dan alamnya adalah cermin filsafat dan sikap hidup yang sebenarnya. Beberapa kategori adil yaitu:
1. Adil terhadap diri sendiri, yaitu memperlakukan diri sendiri pada batas hakekatnya sebagai manusia, bukan binatang.
2. Adil terhadap sesama manusia, yang penuh tanggungjawab terhadap sesama manusia.
3. Adil terhadap alam, sehingga kelangsungan hidupnya dapat terjaga.
B. Model Bangunan Masyarakat Terdidik
Masyarakat terdidik dengan pilar dasar berupa kecerdasan spiritual, intelektual dan kecerdasan emosional mendorong terbentuknya suatu ide masyarakat yang berkeadilan, masyarakat beradab.sperpaduan antara potensi spiritual, intelektual dan potensi emosioanl akan terbentuk masyarakat terdidik yang saling berhubungan secara kausal. Ketiganya merupakan unsur moral bersyukur, bersabar dan berikhlas.
1. Moral bersyukur mengandung suatu arti hakiki, dimana di dalamnya tersirat suatu keteguhan hati, keyakinan total bahwa kehidupan ini adalah nyata bukan kebetulan belaka.
2. Moral bersabar, disimpulkan dari perenungan terhadap eksistensi kehidupan ini. Segala tantangan yang ada dalam hidup ini harus dsapat diatasi. Tanpa kesabaran kehidupan akan rusak dan tidak teratur.
3. Moral ikhlas, merupakan hasil analisis perenungan tentang tujuan hidup.
C. Masyarakat Terdidik, Masyarakat Maju
Masyarakat yang dijiwai oleh moral rasa bersyukur, berarti masyarakat tersebut memiliki kecerdasan spiritual, dengan kecerdasan ini kehidupan masyarakat cenderung tidak sekuler matrealistis, melainkan bersifat spiritual religious.
Kehidupan manusia dengan moral bersabar ditandai dengan adanya sikap dan perilaku percaya diri atas kemampuan nasional dalam hal mengatasi setiap persoalan yang dating.
Dengan kecerdasan emosional kehidupan manusia semakin kokoh dalam otonomi dan kebebasannya, ssemakin kreatif dan semakin ikhlas dalam memberikan pertolongan terhadap masyarakat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar